Gosong maluku (Eulipoa wallacei) merupakan jenis burung yang hanya hidup di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Di Pulau Haruku, jenis ini dikenal dengan sebutan maleo. Sedangkan di Simau, masyarakat lebih akrab menyebutnya salabia. Gosong maluku termasuk ke dalam kelompok megapoda atau burung berkaki besar, mempunyai telur besar yang tidak dierami.
Warga sekitar desa sering memanfaatkan telur burung gosong untuk dikonsumsi sebagai makanan. Praktik pengambilan telur yang tidak dibatasi sempat menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup gosong maluku di Pulau Haruku. Selain itu, pembangunan kawasan pesisir, polusi dan sampah, serta ekstraksi pasir juga menganggu habitat bertelur gosong maluku di luar ancaman deforestasi di habitat aslinya.
Semakin besar gangguan dan ancaman yang dialami burung ini, semakin sulit ia dijumpai. “Pernah kami begadang dua malam hanya mau lihat burung maleo, tapi tidak pernah bisa lihat,” ujar Koordinator Program Perkumpulan Baileo, Ronny Siwabessy.
Karena keberadaannya yang semakin terancam, penduduk Negeri Haruku di Pulau Haruku yang terletak di timur Pulau Ambon melindungi jenis ini dengan aturan adat desa atau “Sasi Negeri”. Di desa tesebut, hanya orang yang ditunjuk saja yang diperkenankan mengambil telur gosong maluku yang biasa bertelur secara komunal di kawasan pantai.
“Sekarang, pada siang hari pun burung ini tidak lagi takut mencari makanan di dekat muara, bahkan kadang bermain dengan ayam piaraan.”
Pemilihan lokasi ini memang ditujukan sebagai kawasan penetasan telur gosong maluku untuk kemudian dikembalikan ke habitat aslinya. Jalannya Sasi diawasi oleh kelompok pengawas atau “kewang”. Dengan perlindungan oleh para kewang bersama warga Negeri Haruku, ancaman terhadap gosong maluku semakin berkurang.
“Sekarang, pada siang hari pun burung ini tidak lagi takut mencari makanan di dekat muara, bahkan kadang bermain dengan ayam piaraan,” kata Ronny.
Ikon baru Negeri Haruku
Kawasan penangkaran burung gosong maluku menjadi ikon baru kebanggaan Negeri Haruku dan mampu menggugah kesadaran warga, bahkan anak-anak. Setiap kali mereka menemukan telur burung gosong maluku, hewan terluka, atau kura-kura batok, anak-anak segera menyerahkannya kepada kewang untuk dilindungi.
“Dulu anak-anak kalau dapat telur maleo besar akan mereka ambil untuk dimakan. Sekarang dorang kasih ke kewang. Malah ada yang kasih kura-kura kecil, dorang dapat di jalan,” kata Kepala Kewang Haruku, Elly Kisya.
Draft Peraturan Negeri tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Petuanan (Pesisir) Negeri yang berbasis pada kearifan Sasi juga telah disusun bersama pemerintah desa, saniri negeri, para kewang, wakil masyarakat, kaum muda, serta dikoordinasikan dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah.
Kewang Haruku menyelamatkan telur-telur gosong maluku dengan sarana penetasan dan pemeliharaan anakan burung.(Foto: Dok. Perkumpulan Baileo)
Sejak dimulai tahun 2016 silam, program ini telah menetaskan 130 ekor anak gosong maluku, dimana 108 berhasil hidup dan dilepas kembali ke alam. Bersama para Kewang, warga Negeri Haruku tidak saja menyelamatkan populasi gosong maluku dari kepunahan, melainkan juga menciptakan lingkungan yang ramah bagi satwa liar. (MEI)
Studi Kasus: Perkumpulan Baileo