Pulau Karakelang merupakan pulau terbesar di Kepulauan Sangihe-Talaud dengan keragaman hayati yang kaya. Pulau ini memiliki dua suaka margasatwa yang berperan penting sebagai tempat berlindung beragam flora dan fauna endemis seperti burung nuri talaud (Eos histrio talautensis). Subspesies endemis Kepulauan Talaud (Karakelang, Salibabu, dan Kabaruan) ini terancam punah karena perburuan liar, perdagangan, dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian baru.
Di samping ancaman tersebut, sistem pertanian yang tidak berkelanjutan yang dipraktikkan para petani turut mengancam keragaman hayati di Pulau Karakelang. Hampir seluruh petani tanaman keras seperti kelapa, cengkih, dan pala menggunakan pestisida dan bahan-bahan kimia lainya untuk mengontrol populasi hama.
Pestisida membunuh tidak hanya hama tetapi juga organisme lainnya yang justru menguntungkan bagi pertanian. Burung dan serangga yang membantu penyerbukan tanaman dan pengendalian hama secara alami juga mati karena racun pestisida. Tidak hanya keragaman hayati, kesehatan masyarakat juga terancam oleh racun pestisida. Oleh sebab itu, telah lama masyarakat setempat memilih untuk tidak mengonsumsi hasil kebun mereka sendiri karena takut pada racun pestisida yang dikandung dalam bahan pangan.
Program Kemitraan Wallacea memperkenalkan masyarakat Karakelang pada permakultur, yaitu sistem pertanian yang selaras dengan alam. Lewat serangkaian pelatihan serta pendampingan sejak 2016, masyarakat di Desa Ambela, Desa Bengel, dan Desa Rae Selatan kini telah mempraktikkan pertanian yang berkelanjutan secara swadaya yang berlandaskan pada ekosistem alami.
“Belajar tentang permakultur membantu saya untuk paham lebih jauh lagi tentang melestarikan alam di sekitar saya. Jadi alam akan lebih baik dan memberikan lebih kepada kita sebagai balasannya.”
Sebagai pendekatan yang menyeluruh, permakultur berhasil menyadarkan masyarakat bahwa jasa lingkungan yang disediakan oleh ekosistem alami yang sehat berpengaruh terhadap penghidupan masyarakat. Melalui pelatihan, masyarakat dapat mempelajari bagaimana mendesain kebun yang mampu menghasilkan sayuran yang bernutrisi tinggi tanpa bahan kimia dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Salah satu pekarangan warga Karakelang yang menerapkan sistem permakultur (Foto: IDEPFoundation)
Praktik pertanian permakultur yang dilaksanakan di tiga desa penyangga Suaka Margasatwa Karakelang Utara dan Suaka Margasatwa Karakelang Selatan menggugah kesadaran masyarakat Talaud bahwa pertanian tanpa unsur kimia mudah untuk dilakukan. Selain dapat menambah pendapatan masyarakat, permakultur juga mendukung pelestarian keragaman hayati di Karakelang.
“Belajar tentang permakultur membantu saya untuk paham lebih jauh lagi tentang melestarikan alam di sekitar saya. Jadi alam akan lebih baik dan memberikan lebih kepada kita sebagai balasannya,” kata Syane Bulanbae, salah satu warga Karakelang yang mempraktikkan sistem pertanian permakultur.
Setidaknya ada 39 keluarga di tiga desa tersebut yang telah mempraktikkan teknik pertanian permakultur. Kini mereka telah menikmati hasil panen kebun pekarangan yang bebas pestisida dan mendapatkan tambahan penghasilan rata-rata Rp 200 ribu per bulan. (MEI)