KBA Karakelang Utara (IDN 003) dan KBA Karakelang Selatan (IDN 004)
Proyek perluasan proyek perlindungan habitat berbasis masyarakat di Kepulauan Talaud bertujuan untuk mewujudkan penghidupan berkelanjutan yang diimplementasikan oleh masyarakat, serta mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui praktik permakultur dan perlindungan hutan secara artisipatif oleh kelompok pecinta alam (KPA) desa. Proyek berjalan selama dua tahun dari 2016 hingga 2018. Proyek berhasil mendorong komitmen masyarakat untuk melindungi 31,6 hektare lahan pertanian mereka sendiri dengan praktik organik dan non-kimia.
Pada praktik pertanian organik spesifik, produksi pupuk kompos padat mencapai jumlah yang bisa dicapai 2.000 kg per pembuatan. Proses pembibitan dan penananaman 2.000 pohon yang terdiri dari beberapa jenis tanaman hutan dan buah-buahan seperti gehe (nama lokal) atau pomatia corriaceae, mangga, jambu, nangka, hutan mmu, nantu, yang merupakan pohon tidur dan sumber makanan bagi sampiri atau nuri talaud (Eos histrio talautensis).
Proyek ini juga berhasil memetakan zona permakultur seluas 10.001,47 hektare berdasarkan kesepakatan masyarakat. Selain itu, ada 1.000 anggota masyarakat yang menerima media informasi tentang konservasi keanekaragaman hayati. Buku Referensi Permakultur sebanyak 500 buku, 900 eksemplar buklet Talaud Lestari, 900 eksemplar poster Talaud Lestari, 1.900 stiker telah didistribusikan kepada masyarakat, sekolah, dan pemerintahan. Adanya dua acara publik tentang konservasi dan satu acara publik tentang replantasi zona penyangga yang dihadiri oleh lebih dari 1.000 orang yang datang dari berbagai bagian pulau. Enam produk pertanian berkelanjutan berhasil membantu peningkatan pendapatan sebesar 25% untuk 38 ibu-ibu yang berada di tiga desa penyangga Suaka Margasatwa Karakelang.
KBA Perairan Likupang (IDN 018) dan KBA Tulaun Lalumpe (IDN 026)
Proyek yang bertujuan memperkuat pengelolaan sumber daya pesisir dan laut berbasis masyarakat di Minahasa dan Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara bertujuan memperbaiki habitat ekosistem laut yang memiliki sembilan jenis prioritas, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam laut secara berkelanjutan. Proyek berlangsung selama dua tahun—sejak 2016 hingga 2018—yang berhasil menetapkan tiga kawasan konservasi pesisir (KKP) berbasis desa di Desa Bahoi, Desa Atep Oki, dan Desa Ranowangko II yang mendapat dukungan dari pemerintah desa sampai pemerintah provinsi.
Dua KKP berbasis desa di Desa Bahoi berhasil menetapkan zona inti seluas 10 hektare, dan zona pemanfaatan berkelanjutan seluas 6 hektare—termasuk habitat dugong. Satu KKP berbasis desa di Desa Atep Oki berhasil menetapkan zona inti seluas 13 hektare dan zona pemanfaatan berkelanjutan seluas 12 hektare. Sedangkan satu KKP berbasis desa di Desa Ranowangko II berhasil menetapkan zona inti seluas 10 hektare dan zona pemanfaatan berkelanjutan seluas 12 hektare.
Selain itu, proyek ini juga berhasil menyelamatkan penyu sebagai salah satu jenis prioritas dengan membuat area rehabilitasi di Desa Karor, adanya kelompok monitoring penyu, dan kesepakatan perlindungan penyu di desa ini semakin menguatkan upaya perlindungan penyu dari berbagai ancaman. Dilibatkannya para mantan pemburu penyu dalam tim monitoring merupakan upaya nyata untuk menghentikan perburuan sebagai ancaman terbesar pada masa lalu. Dari segi kebijakan pemerintah di tingkat lokal, proyek berhasil mendorong terbitnya peraturan desa tentang pengelolaan kawasan konservasi pesisir di ketiga desa.
Kesepakatan perlindungan penyu di Desa Karor pun disepakati. Kemudian, proyek ini juga berhasil mengintegrasikan pengelolaan KKP ke dalam Rencana Pengelolaan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) periode 2016-2018; serta mengintegrasikan KKP di tiga desa ke dalam Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Utara sebagai langkah pengelolaan KKP secara berkesinambungan. Proyek ini memberikan manfaat secara tidak langsung berupa peningkatan akses atas jasa lingkungan kepada 1742 orang yang tersebar di tiga desa dengan karakteristik ekonomi subsisten, kepemilikan lahan skala kecil, masyarakat hukum adat atau komunitas lokal dan komunitas nelayan.
KBA Perairan Sangihe (IDN 009)
Proyek peningkatan perlindungan habitat dugong melalui pengembangan kawasan konservasi laut berbasis masyarakat dan ekowisata di Kepulauan Sangihe bertujuan membentuk dua kawasan konservasi pesisir (KKP) yang didukung oleh pemerintah lokal dan GMIST (Gereja Masehi Injili di Sangihe Talaud) di Kecamatan Nusa Tabukan dan Kecamatan Tabukan Selatan, serta peraturan desa tentang KKP. Proyek berlangsung selama 2 tahun dari 2015-2017 yang berhasil menetapkan empat KKP berbasis desa di Desa Bukide, Desa Nusa, Desa Batuwingkung, dan Desa Bukide Timur yang mendapat dukungan dari pemerintah desa, pemerintah kecamatan, dan pemerintah kabupaten.
Tiga KKP berbasis desa di Kecamatan Nusa Tabukan berhasil menetapkan zona inti seluas 54,86 hektare, dan zona pemanfaatan berkelanjutan seluas 1.928 hektare—termasuk habitat dugong. Satu KKP berbasis desa di Kecamatan Tabukan Selatan berhasil menetapkan zona inti seluas 3.59 hektare dan zona pemanfaatan berkelanjutan seluas 188 hektare—termasuk habitat dugong. Selain itu, empat peraturan kampung tentang kawasan konservasi pesisir di Desa Bukide, Desa Nusa, Desa Batuwingkung dan Desa Bukide Timur berhasil diterbitkan.
Melalui proyek ini, terbentuk pula forum multipihak yaitu jaringan kerja KKP di Minahasa Utara dan Kepulauan Sangihe pada 2016 yang bertujuan sebagai wadah komunikasi antara kelompok-kelompok pengelola DPL yang ada di Kabupaten Minahasa Utara dan Kepulauan Sangihe. Proyek ini memberikan manfaat berupa peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan daya tahan terhadap perubahan iklim, peningkatan akses atas jasa lingkungan, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan pesisir secara berkelanjutan kepada 9966 orang yang tersebar di empat desa dengan karakteristik ekonomi subsisten, kepemilikan lahan skala kecil, masyarakat hukum adat atau komunitas lokal, dan komunitas nelayan.
KBA Perairan Siau (IDN 014)
Proyek memperkuat pengelolaan sumber daya pesisir dan laut berbasis masyarakat di koridor laut Sulawesi Utara bertujuan untuk memperbaiki habitat ekosistem laut yang memiliki sembilan jenis prioritas dan menguatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam laut secara berkelanjutan. Proyek berlangsung selama 2 tahun dari 2016-2017. Sejak 2016, proyek telah berhasil membantu 10 desa di Minahasa Utara dan Siau, Tagulandang, Biaro dalam meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya pesisir melalui pembentukan Kawasan konservasi pesisir(KKP).
Lima desa di Minahasa Utara yaitu Desa Tambun, Desa Tarabitan, Desa Lihunu, Desa Tanah Putih, dan Desa Pulisan telah memperbarui status hukum KKP melalui revisi peraturan desa. Sedangkan lima desa lainnya yaitu Desa Makalehi Timur, Desa Makalehi, Desa Matole, Desa Tapile, dan Desa Mohongsawang telah mengesahkan pembentukan KKP baru melalui peraturan desa. Luas Kawasan konservasi pesisir/KKP yang berhasil ditetapkan di 10 desa adalah 242 hektare yang terbagi dalam zona inti dan zona pemanfaatan berkelanjutan.
Ada lima peraturan desa dan lima peraturan kampung terkait pengelolaan KKP yang berhasil dibuat sebagai verifikasi kebijakan penetapan KKP di masing- masing desa. Proyek ini memberikan manfaat langsung kepada 152 orang melalui berbagai kegiatan pelatihan tematik untuk penguatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Sementara itu, proyek ini juga memberikan manfaat tidak langsung kepada lebih dari 5000 orang yang merupakan masyarakat hukum adat atau komunitas lokal dalam peningkatan akses terhadap jasa lingkungan.