Hasil tangkapan ikan para nelayan di 10 desa di Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sintaro kini semakin bertambah sejak adanya daerah perlindungan laut (DPL). Beberapa ikan yang sebelumnya sulit untuk ditangkap seperti ikang layang, kini mudah didapatkan di kawasan sekitar DPL.
Pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian laut juga telah berubah. Tugas pengawasan laut yang dilakukan secara partisipatif sekarang tidak hanya dilakukan oleh kelompok pengelola saja, namun mendapat dukungan nelayan-nelayan dari desa setempat. Dengan berdirinya DPL, masyarakat juga termotivasi untuk mengembangkan wisata desa dan mendapatkan pengakuan dari pemerintah tentang pengelolaan ruang pesisir oleh masyarakat.
Sebelum intervensi DPL di 10 desa di Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Sitaro dilakukan pada 2016, praktik penangkapan ikan dengan cara merusak dan penangkapan satwa yang dilindungi merupakan bagian dari keseharian masyarakat. Padahal kawasan pesisir dan laut yang meliputi terumbu karang, hutan mangrove, dan padang lamun ini merupakan sumber penghidupan masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, sekaligus habitat bagi berbagai satwa dilindungi.
Ketergantungan pada hasil laut membuat masyarakat tertarik mengikuti program DPL, walau arti penting dan manfaat DPL awalnya belum dipahami oleh masyarakat, sehingga proses pendampingan harus dilakukan rutin setiap bulan.
Setelah disurvei dan dipetakan bersama, DPL ditetapkan melalui peraturan desa, berdasarkan hasil musyawarah bersama seluruh masyarakat. Pengelolaannya diperkuat dengan pembentukan kelompok pengelola yang terdiri dari tokoh masyarakat, aparat desa, dan nelayan setempat. Kelompok pun dipilih melalui musyawarah desa dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Hukum Tua.
Untuk setiap keputusan yang dibuat terkait DPL haruslah berdasarkan hasil musyawarah bersama. Kelompok pengelola memiliki tugas rutin yaitu melaksanakan pengawasan DPL dan laut sekitarnya. Sebelum melaksanakan pengawasan laut, kelompok pengelola DPL dibekali dengan pelatihan dan memiliki panduan SOP pengawasan. Kegiatan pengawasan dilakukan dengan cara patroli laut yang pada praktiknya disisipkan di antara rutinitas nelayan menangkap ikan.
Untuk memastikan praktik baik pengelolaan DPL tetap berlangsung dan kian meluas maka dilakukan integrasi dengan program pemerintah pengawasan partisipatif. Dalam skema ini, kelompok pengelola DPL terintegrasi sebagai kelompok pengawas masyarakat (POKMASWAS) yang merupakan lembaga masyarakat binaan DKP Provinsi.
Dalam aspek pengelolaan ruang laut, DPL di 10 desa telah terintegrasi ke dalam Taman Wisata Perairan (TWP) Minahasa Utara dan TPK Sitaro. Hal ini akan menjamin pengelolaan kawasan konservasi di tingkat kebijakan serta praktik di lapangan terintegrasi dengan baik serta terjamin pendanaannya ke depan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara.