“Kalau menurut saya, lebih baik sekarang kita tidak usah berburu lagi. Kita cukupkan berburu karena memang kalau kita berburu, pasti bakar padang. Bakar padang berarti binatang mbau (komodo) itu pasti dia bisa musnah, bisa pergi. Kalau memang pikiran saya kalau kita omong tentang mbau tadi itu, artinya binatang purba yang sangat luar biasa yang ada di tanah ini, lebih baik kalau memang tiga anak kampung ini komit, lebih baik tidak usah berburu,” ujar Tamjildillah Kende, mantan kepala Dusun Damu, Desa Sambinasi, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, NTT.
Sejak 2018, setelah program berjalan dua tahun tidak ada lagi biawak komodo (Varanus komodoensis) dibunuh oleh warga ketika kedapatan di area kampung. Hal ini merupakan perubahan signifikan dari keadaan sebelumnya saat komodo sering dianiaya dan dibunuh warga. Pada 2016, tercatat lima konflik yang mengakibatkan kematian empat ekor komodo. Pada 2017, tercatat lima konflik yang mengakibatkan kematian satu ekor komodo.
Semenanjung Torong Padang merupakan salah satu habitat penting komodo di Flores Utara seluas 880 ha yang terletak di Sambinasi, Kecamatan Riung. Semenanjung ini tidak masuk ke dalam kawasan konservasi, namun merupakan habitat penting satwa biawak komodo di Flores Utara yang masih alami serta relatif belum terlalu terganggu.
Dulu kawasan ini dilindungi secara adat dengan hukum adat yang bernama pirong (larangan), namun seiring dengan waktu aturan adat tersebut mulai kurang diperhatikan dan ditinggalkan. Akibatnya, perburuan rusa secara liar (di luar ritual adat) kerap terjadi, dan menyebabkan berkurangnya mangsa alami bagi populasi biawak komodo disana.
Ketika komodo memangsa ternak milik warga atau masuk kampung, warga cenderung bersikap untuk menyakiti bahkan membunuh komodo yang berkonflik tersebut. Seringnya terjadi konflik, disebabkan karena satwa pakan alami biawak komodo (rusa) sudah mulai susah dijumpai karena habis diburu warga. Selain itu juga konflik sering terjadi di saat musim kawin biawak komodo (bulan Juni-Agustus), yaitu pada saat biawak komodo memperluas wilayah jelajahnya untuk mencari betina. Konflik lainnya yaitu seringkali komodo mati karena terlindas kendaraan, yang disebabkan warga kurang berhati hati ketika berkendara di daerah habitat komodo.
Melalui serangkaian penyadartahuan dan kegiatan bersama selama hampir tiga tahun bersama warga suku Baar, program berhasil mengajak warga untuk melakukan penguatan hukum adat (pirong) melalui musyawarah besar. Beberapa aturan pirong diperkuat dan diperjelas, terutama perlindungan secara khusus terhadap biawak komodo. Masyarakat juga mengatur kembali mekanisme buru adat, terutama mengenai jangka waktu berburu dari satu tahun sekali menjadi dua tahun sekali serta pengurangan intensitas perburuan dari tiga hari menjadi dua hari untuk menjaga populasi rusa sebagai mangsa utama komodo di Torong Padang.
Kesepakatan yang ditandatangani oleh lebih dari 50 orang dari kalangan tokoh adat dan pemerintah desa setempat ini akan ditindaklanjuti sebagai landasan pembuatan peraturan desa perlindungan kawasan Torong Padang, sebagai bentuk penguatan peran dari lembaga adat maupun pemerintah desa.