Danau Matano, bersama dengan Danau Mahalona dan Towuti –sering dinamakan kompleks Danau Malili, merupakan tiga dari key biodiversity area (KBA) terpenting di Wallacea bagi pelestarian jenis-jenis perairan tawar. Tercatat ada sebanyak 41 biota endemis danau, yang tidak dijumpai di belahan bumi manapun, diantaranya adalah ikan butini (Glossogobius matanensis) dan udang harlequin (Caridina spongicola). Kelestarian jenis-jenis tersebut terancam oleh jenis introduksi, pengambilan yang tidak berkelanjutan dan pencemaran perairan danau.
Hutan di sekeliling Danau Matano adalah tangkapan air sekaligus pengendali alami dari risiko banjir, longsor dan kekeringan. Hutan Feruhumpenai menyediakan layanan alam (ecosystem services) lain berupa hasil hutan bukan kayu, serta berbagai fauna yang mendukung pertanian setempat dengan penyerbukan tanaman dan pengendalian hama alami. Keberadaan hutan sangatlah penting bagi masyarakat yang telah bermukim di sekitar danau secara turun-temurun, menyatu di dalam kehidupan sehari-hari. Sedikitnya ada lima desa yang berbatasan langsung dengan Danau Matano.
Danau Matano menjadi bagian penting dari denyut nadi perekonomian masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dan petani. Sejak tahun 2010 banyak warga setempat mengalihkan komoditi pertanian ke tanaman merica. Sayangnya, hal ini dilakukan dengan pengelolaan yang kurang berkelanjutan, yaitu mengonversi hutan lindung menjadi lahan merica. Warga juga banyak menebang jenis kayu endemis yang terancam punah untuk tiang merica.
Perubahan komoditi dan budidaya berdampak besar, hutan telah berubah menjadi lahan terbuka. Lahan pertanian yang tererosi menimbulkan persoalan sedimentasi bagi danau. Pada paska panen banyak petani membuang limbah olahan merica ke danau. Berbagai praktik tersebut merusak ekosistem hutan dan danau sehingga mengurangi layanan-layanan alamnya.
Program Kemitraan Wallacea bersama mitra memilih strategi pengelolaan tingkat tapak untuk mengatasi persoalan konflik dan tata guna lahan. Melalui proses penyadartahuan tentang keragaman hayati dan layanan alam, serta pemetaan batas wilayah desa secara partisipatif, warga menyepakati pembagian wilayah untuk pemukiman, budidaya, dan perlindungan. Beberapa referensi dalam pembagian ruang bersumber dari pengetahuan dan praktik baik yang ada di masyarakat.
“Perambahan hutan lindung untuk perkebunan merica telah berhasil diturunkan hingga 50%”
Kesepakatan tersebut sekaligus menandai dukungan masyarakat untuk pelestarian kawasan hutan dengan menghentikan praktik alih fungsi hutan. Setelah dikuatkan dengan perdes, warga aktif menyosialisasikan tata ruang desa untuk mencegah upaya-upaya perambahan hutan. Upaya ini efektif menurunkan perambahan hutan lindung hingga 50%. Guna memperkuat aksi di tingkat tapak, para mitra juga bekerja bersama berbagai elemen pemerintah daerah merumuskan strategi pengelolaan ekosistem danau yang berkelanjutan.
Di sisi lain, warga juga mengembangkan jenis pendapatan baru yang berkelanjutan yaitu budidaya lebah madu dan pertanian organik. Perubahan-perubahan praktik ini mereka rasakan lebih menjadikan hidup harmoni dengan alam. Pengetahuan yang didapat tentang jenis meranti endemis membangkitkan kebanggaan warga untuk melestarikannya. Tiga jenis meranti endemis kini sedang aktif dibudidayakan untuk mereboisasi kawasan sekitar mata air.
Studi Kaskus: Perkumpulan Wallacea