Warga Desa Bubu Atagamu, Solor Selatan, Flores Timur sudah terbiasa mendengar puluhan kali dentuman bom saat para nelayan dari dalam dan luar desa mencari ikan. Banyak warga desa yang tak menghiraukan praktik tersebut selama masih bisa mendapatkan ikan.
Suatu waktu, para nelayan dan warga setempat yang hanya memancing ikan untuk memenuhi kebutuhan domestik mulai merasakan adanya perubahan pada laut mereka. Ikan-ikan semakin sulit di dapat. Semangat melaut pun mengendur.
“Dulu saat bom sering terjadi, untuk dapat 10 ekor ikan saja sudah sangat sulit dan tergantung pada nasib baik,” kata Yakobus Pade Manuk, Sekretaris Kelompok Laskar Bahari Desa Bubu Atagamu sambil mengeluarkan hasil tangkapannya dari dalam sampan.
Selain karena praktik pengeboman yang merusak perairan di desanya, aktivitas bekarang (mencari kerang dan ikan kecil di batu karang saat air laut surut) juga merusak ekosistem pesisir sehingga mengurangi ketersediaan ikan.
Aktivitas “bekarang” warga Desa Bubu Atagamu (Foto: Burung Indonesia/Adi Widyanto)
“Sekarang saya bisa dapat hasil satu karung sekitar 65 ekor ikan dalam sekali mancing. Bahkan pernah selama empat hari berturut-turut dapat enam karung ikan”
Sore itu Yakobus bercerita bahwa hasil tangkapannya kini lumayan banyak dan membuat dirinya dan nelayan lain kembali bersemangat untuk mengarungi lagi lautan. Sekarang, praktik pengeboman sudah semakin berkurang.
“Aktivitas bekarang juga mulai selektif dengan tidak membongkar batu dan karang lagi. Sekarang saya bisa dapat hasil satu karung (berisi) sekitar 65 ekor ikan dalam sekali mancing. Bahkan pernah selama empat hari berturut-turut dapat enam karung ikan. Hasil ini cukup banyak untuk bisa dibagikan dengan pemilik sampan, untuk memenuhi kebutuhan makan beberapa hari, dan sisanya untuk dijual,” ujar Yakobus.
Kondisi ini sangat menguntungkan masyarakat yang menikmati hasil laut sebagai sumber pendapatan mereka. Anak-anak yang biasanya melepas penat dengan bermain ombak dan menembak ikan, sekarang mampu mendapatkan hasil yang lebih banyak untuk kebutuhan lauk-pauk sehari-hari.
Forum multipihak bagi pengawasan laut
Ancaman kelestarian laut di Desa Bubu Atagamu, Bubu Watanhura, dan Lebao tidak hanya berasal dari praktik perikanan merusak. Sampah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik pun sempat menjadi masalah serius. Menurut Ketua Asosiasi Guru Penulis Flores Timur, Maksimus Masa Kia, dalam pertemuan Forum Multipihak Kabupaten Flores Timur, persoalan kelestarian laut adalah hal yang harus dikelola bersama.
“Laut tercemar dan perlahan tapi pasti perkembangan biota laut dan habitatnya akan terganggu. Urusan laut adalah urusan bersama dan bisa disuarakan dari mana saja,” ujar Maksimus.
Kondisi Pantai Lebao bagian selatan (Foto: Dok. YPPS)
Dahulu, upaya termudah untuk mengelola sampah adalah dengan cara membuangnya begitu saja di tepian pantai hingga gelombang pasang akan membawa sampah ke laut. Saat itu belum tumbuh kesadaran warga bahwa kebiasaan itu dapat mencemari laut dan mengancam keragaman hayati di dalamnya.