KBA Pulau Buano (IDN 199) dan KBA Kelang-Kassa-Buano-Marsegu (IDN 198)
Wilayah di ujung Seram Bagian Barat memiliki kekayaan keanekaragaman hayati, baik di darat maupun di laut. Pulau Buano merupakan rumah bagi burung endemis yang juga langka, yaitu gosong maluku (Eulipoa wallacei) dan kehicap buano (Monarcha boanensis). Kehicap buano hanya hidup di Pulau Buano (single site species). Ragam kehidupan di perairan Buano lebih marak lagi, di antaranya ada dugong (Dugong dugon), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), keluarga lumba-lumba (Delpihinidae) dan keluarga paus paruh (Ziphidae). Sumber penghidupan masyarakat berasal dari ikan pelagis dan demersal, serta penyulingan kayu putih, namun beberapa praktiknya tidak lestari. Masyarakat memanfaatkan kayu berlebihan untuk dijual sebagai bahan bangunan dan untuk kayu bakar penyulingan, serta penangkapan ikan tak ramah lingkungan misalnya bom ikan.
Program Kemitraan Wallacea telah mendorong masyarakat untuk menetapkan daerah perlindungan laut (DPL), melakukan aksi pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. Mekanisme adat menjadi kekuatan masyarakat Buano Utara, sehingga kesepakatan dan pengawasan yang dibangun lewat mekanisme adat sungguh dipatuhi warga. Di tahun pertama, praktik pemboman menurun sehingga ikan-ikan lebih mudah didapat bahkan di pesisir pantai dusun-dusun Buano Utara. Saat ini, upaya perlindungan dan pemanfaatan secara lestari diperluas untuk seluruh pulau dan perairan Buano, sesuai bentang alam pulau kecil yaitu dari bukit hingga ke laut (ridge to reef).
Masyarakat kedua negeri di Pulau Buano menggali kearifan lokal dan mekanisme adat mereka serta diskusi intensif, sehingga hubungan yang beku karena konflik kekerasan menjadi cair. Pengelolaan bentang alam dan laut Buano sedang dibahas dan disusun bersama secara multipihak. Program Kemitraan Wallacea bersama masyarakat menggandeng lembaga masyarakat sipil lainnya yang bekerja di Buano, pemerintah, serta perguruan tinggi untuk bersama menyusun rencana pengelolaan tersebut. Kawasan perairan Buano telah masuk dalam RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil) sebagai wilayah konservasi pesisir dan laut. Pilihan bentuk pengelolaan di darat dan laut sedang dijajaki bersama parapihak agar sinergi dengan program dan kebijakan pemerintah, upaya kolaborasi ditempuh dan terus diupayakan.
KBA Haruku (IDN 210) dan Perairan Haruku-Saparua (IDN 209)
Perairan Haruku-Saparua meliputi wilayah pesisir dan laut dari Kepulauan Lease, yaitu Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusa Laut. Jenis-jenis endemis dan langka hidup di darat maupun perairan kepulauan ini. Di Pulau Haruku, misalnya, hidup gosong maluku (Eulipoa wallacei), kakatua maluku (Cacatua moluccensis) dan kuya batok atau kura-kura ambon (Cuora amboinensis). Di perairan Haruku-Saparua, hidup di antaranya dugong (Dugong dugon), hiu (Carcharinus sp), ikan napoleon (Cheilinus sp) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Ancaman yang dihadapi adalah hilangnya habitat bertelur gosong maluku dan penyu, penangkapan tak disengaja karena tersangkut di jaring (bycatch), serta pemanfaatan yang tidak lestari seperti penebangan mangrove, pembuangan sampah plastik, dan penggunaan bom ikan.
Program Kemitraan Wallacea telah mendukung aksi konservasi lembaga adat kewang untuk melindungi populasi habitat gosong maluku di Negeri Haruku. Kewang bersama dengan masyarakat melakukan pemulihan habitat gosong maluku, penetasan, dan pelepasliaran. Upaya ini membuka kesadaran dan membawa kebanggaan; gosong maluku—masyarakat lokal menyebutnya maleo—telah menjadi ikon baru yang dilestarikan lewat mekanisme adat, selain sasi ikan lompa (Trissina baelama)—ikan sejenis sarden. Masyarakat kemudian melindungi satwa liar lain, seperti kuya batok. Pengunjung dari Maluku maupun luar Maluku mulai mendatangi Negeri Haruku untuk melihat gosong maluku, yang kini mudah terlihat dan merasa aman.
Upaya konservasi kemudian diperluas ke perairan Haruku-Saparua dengan menggunakan mekanisme adat di Negeri Haruku (Pulau Haruku), Negeri Ihamahu (Pulau Saparua), dan Negeri Akoon (Pulau Nusa Laut). Program Kemitraan Wallacea mendorong pengelolaan kawasan laut tradisional, sehingga masyarakat mampu mengelola wilayah pesisir dan lautnya menggunakan mekanisme adat yang masih hidup/berlaku di masyarakat. Masyarakat telah memetakan wilayah pesisir dan lautnya berdasarkan pengetahuan lokal yang dimiliki, dikombinasikan dengan kajian ekologi oleh perguruan tinggi, untuk menetapkan zonasi dan membuat kesepakatan bersama untuk perlindungan dan pemanfaatan yang lestari. Penetapan formal sedang diupayakan baik di tingkat negeri maupun provinsi. Rancangan Perda RZWP3K telah mengakui hak kelola tradisional tersebut. Pengakuan formal masih terus diupayakan, bersamaan dengan implementasinya di tingkat masyarakat.
KBA Manusela (IDN 212)
KBA Manusela meliputi kawasan Taman Nasional Manusela dengan 31 desa di wilayah penyangganya. Wilayah seluas 248.077 hektare ini merupakan rumah bagi beragam satwa dan tumbuhan yang endemis dan terancam punah, di antaranya burung paruh bengkok kasturi tengkuk-ungu (Lorius domicella) dan kakatua maluku (Cacatua moluccensis), kuya batok (Cuora amboinensis), mamalia tikus seram (Nesoromys ceramicus), dan pohon meranti maluku (Shorea selanica),. Ancaman bagi mereka adalah penangkapan dan perdagangan satwa liar (burung paruh bengkok), penebangan dan penjualan kayu, serta kehilangan habitat hidup karena pembukaan lahan dan kebakaran lahan meluas pada Juli-November 2016.
Program Kemitraan Wallacea telah memperkuat praktik pengawasan dan perlindungan oleh lembaga adat kewang di desa-desa penyangga, mendorong masyarakat bersepakat melakukan perlindungan jenis dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dalam peraturan negeri, serta mendukung pengembangan ekonomi masyarakat di antaranya wisata pengamatan burung paruh bengkok. Saat ini, pemerintah negeri di desa-desa tersebut berupaya menerapkan peraturan negeri ataupun kesepakatan bersama yang telah dibuat, mendukung tugas lembaga adat kewang lewat pemberian sarana operasional, dan menanungi upaya ekonomi di dalam BUMDES. Peluang kemitraan antara masyarakat dengan Balai Taman Nasional Manusela dan instansi pemerintah kabupaten/provinsi sedang dijajaki.